10 Hal Yang Diremehkan Dalam Bulan Ramadhan

Berbagi 10 - Bulan Ramadhan senantiasa berulang pada setiap tahun. Kaum muslimin pun telah terbiasa dengan rutinitas amalan yang mereka lakukan padanya. Mulai dari amalan ibadah puasa, shalat Tarawih, memberi makan buka, membaca Al-Quran, dan lain sebagainya.

 Bulan Ramadhan senantiasa berulang pada setiap tahun 10 Hal yang Diremehkan Dalam Bulan Ramadhan

Hal yang Diremehkan Dalam Bulan Ramadhan

Namun sayang, rutinitas yang telah mereka “hafal” ini tidak sedikit darinya yang kurang bernilai ibadah. Atau, jikapun rutinitas itu bernilai ibadah, masih saja ada “kotoran-kotoran” yang merusak ketinggian nilai ibadah. Hal ini tidak jarang disebabkan lantaran banyak di antara kaum muslimin yang meremehkan hal-hal penting yang harus diperhatikan pada bulan Ramadhan.

Di antara hal-hal penting yang harus diperhatikan itu:

1. Mengilmui ibadah di bulan Ramadhan
Ilmu yaitu pintu kebaikan. Siapa pun yang menghendaki kebaikan, dia harus memulai dengan ilmu. Maka seorang muslim yang ingin meraih kebaikan bulan Ramadhan, pastilah dia harus mengilmui ibadah yang dilakukan di bulan ini. Mengilmui perihal puasa, perihal tata cara shalat Tarawih, perihal membaca Al-Quran, i’tikaf, zakat dan ibadah-ibadah lainnya.

Sangat disayangkan banyak kaum muslimin yang meremehkan hal ini. Padahal, jikalau mereka melaksanakan ibadah tanpa ilmu, dapat jadi ibadah yang mereka lakukan akan menjadi sia-sia, tidak diterima oleh Allah — ta’ala –. Akhirnya, kita pun banyak melihat bermunculan aneka macam perkara ibadah yang tidak dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya — shollallohu ‘alaihi wa sallam — di Ramadan ini. Sehingga apa yang mereka harapkan menjadi kebaikan, berbalik menjadi kerugian semata. Semoga Allah melindungi kita dari hal ini.

2. Niat tulus dalam puasa
Puasa yaitu ibadah yang sangat agung di bulan suci ini. Sampai-sampai Allah pun mengkhususkan ibadah ini hanya untuk-Nya. Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — bersabda,

قَالَ اللهُ عز وجل كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَام ، فَإنَّهُ لِي وَأنَا أجْزِي بِهِ

“Allah ‘azza wa jalla berfirman, semua amalan insan yaitu untuknya kecuali puasa. Puasa yaitu untuk-Ku dan Aku sendirilah yang akan membalasnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Ikhlas yaitu salah satu syarat diterimanya suatu ibadah, selain harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam –. Sehingga jikalau kita ingin puasa kita diterima, pertama kita harus mengikhlaskan puasa kita hanya lantaran Allah, bukan lantaran ikut-ikutan rutinitas insan atau lantaran niat yang lain. Selain itu, puasa kita harus sesuai dengan tuntunan atau tata cara puasa Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam –. Dan ini, tentu menuntut kita untuk memperhatikan poin pertama yang kami sampaikan di atas, yaitu ilmu.

Sekadar mengingatkan, bahwa yang dimaksud dengan niat yaitu kehendak dalam hati untuk melaksanakan sesuatu amalan. Sehingga dalam tuntunan Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam –, niat untuk ibadah tidak perlu diucapkan dengan lisan, termasuk di antaranya niat untuk berpuasa.

3. Yang wajib lebih utama dari yang sunah
Semangat yang menggebu terkadang mengakibatkan seseorang lalai dengan skala prioritas yang harusnya diperhatikan. Inilah yang sering kita saksikan pada bulan ini. Kaum muslimin terkadang lebih memerhatikan yang sunah dengan melalaikan yang wajib. Padahal seharusnya yang wajib harus lebih diperhatikan dari yang sunah, sedangkan yang sunah diusahakan tidak ditinggalkan.

Sebagai contoh, kita lihat kaum muslimin berbondong-bondong shalat Tarawih berjamaah ke masjid hingga menciptakan masjid tak muat, padahal shalat Tarawih tidak termasuk dalam shalat wajib. Namun sayang, mereka lupa atau lalai shalat berjamaah di masjid untuk lima shalat waktu yang notabene yaitu shalat wajib.

Akan lebih parah lagi, jikalau ada seorang muslim yang lebih memerhatikan hal yang mubah-mubah saja dari pada hal yang wajib. Atau bahkan lebih parah dari itu, memerhatikan hal yang makruh atau haram dengan melalaikan yang wajib. Na’udzu billah min dzalik.

4. Mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka
Yang ini, nampaknya banyak dianggap remeh oleh sebagian kaum muslimin. Di antara mereka ada yang makan sahur jauh sebelum waktu sahar (akhir waktu malam menjelang terbit fajar). Bahkan di antara mereka ada yang sama sekali tidak makan sahur. Lalu dikala berbuka pun di antara mereka ada yang mengakhirkannya hingga menjelang Isya. Semacam ini tentu saja bertentangan dengan tuntunan Nabi —shollallohu ‘alaihi wa sallam –.

Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — bersabda, “Makan sahurlah, lantaran ada berkah dalam makan sahur.” (Muttafaq ‘alaih)
Dan disebutkan pula dalam hadits Muttafaq ‘alaih (Riwayat al-Bukhari dan Muslim) bahwa antara makan sahur Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — dengan adzan shubuh berselang sekitar bacaan 50 ayat al-Quran. Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — juga bersabda, “Pembeda antara puasa kita dengan puasa Ahlul kitab yaitu makan sahur.” (Riwayat Muslim)

Adapun perihal menyegerakan berbuka, Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda, “Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka masih menyegerakan berbuka.” (Muttafaq ‘alaih)
Dan yang dimaksud menyegerakan berbuka di sini, segera berbuka sehabis terbenam matahari. Karena jikalau seseorang menyengaja berbuka sebelum terbenam matahari padahal dia tahu, maka puasanya tidak sah alias batal.

5. Mulianya waktu
Keagungan waktu dan urgensi memerhatikannya, sudah tidak kita ragukan lagi. Sampai-sampai ada yang mengatakan, “waktu bagaikan pedang, jikalau tidak kau patahkan dia yang akan menebasmu.” Maksudnya, jikalau waktu ini tidak kita manfaatkan untuk hal-hal yang baik, pasti dia dapat menjadi bumerang yang mencelakakan kita.

Nah, di Ramadan ini, kemuliaan waktu menjadi jauh lebih mulia dari biasanya. Namun sekali lagi sayang, banyak kaum muslimin yang lalai akan hal ini. Mereka menghabiskan waktunya di bulan Ramadhan untuk perkara kesenangan jiwa belaka. Dengan bercanda ria, berjalan-jalan, tidur, ngobrol, begadang, dan seterusnya. Padahal jikalau mereka mau memanfaatkannya untuk ibadah menyerupai membaca Al-Quran, berdzikir atau yang lain, maka bahwasanya di bulan ini amal ibadah kita dilipatgandakan pahalanya.

6. Ramadhan bulan doa
Di antara diam-diam yang sering dilalaikan, bahwa Ramadhan yaitu bulan doa. Dalam surat al-Baqarah ayat 186, Allah menyebutkan sebuah keterangan perihal doa. Bahwa Allah bersahabat dengan hamba-Nya, dan Dia mengabulkan doa orang yang berdoa kepada-Nya. Jika diperhatikan, ayat ini Allah sampaikan di tengah-tengah ayat perihal puasa. Hal ini menawarkan –sebagaimana dijelaskan para ulama – bahwa Ramadhan yaitu waktu yang sempurna untuk berdoa.

Terlebih lagi Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — telah bersabda, “Tiga doa yang tidak akan ditolak; doa seorang renta untuk anaknya, doa orang yang berpuasa, doa orang yang bersafar.”(Dihasankan al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 3032)

7. Antara hemat dan sedekah
Di antara keistimewaan amalan Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – di bulan Ramadhan, dia –shollallohu ‘alaihi wa sallam – lebih banyak berzakat dibandingkan bulan-bulan lainnya. Padahal dia yaitu orang yang paling bahagia memberi di bulan-bulan yang lain. Nah, tentunya ini menjadi dorongan bagi kita sebagai umat dia — shollallohu ‘alaihi wa sallam –, untuk lebih banyak berzakat di bulan Ramadhan.

Anjuran untuk berzakat ini tentu menuntut kita untuk lebih berhemat dalam memakai harta untuk keperluan duniawi. Inilah hal yang mungkin banyak dilalaikan. Yang sering terjadi malah sebaliknya, pengeluaran untuk urusan duniawi; untuk membeli makanan sahur dan buka, dan juga untuk membeli perlengkapan menyambut lebaran, lebih diperhatikan dari pada pengeluaran untuk sedekah.

8. Keagungan malam-malam terakhir
Ada fenomena yang perlu dikoreksi. di awal-awal Ramadhan mereka bersemangat melaksanakan ibadah menyerupai shalat Tarawih, membaca Al-Quran dan sebagainya. Namun semakin mendekati simpulan Ramadhan, mereka mulai “lemas” dalam ibadah. Masjid-masjid yang tadinya penuh dengan jamaah, sekarang tinggal dua atau tiga shaf saja. Padahal Allah lebih mengagungkan malam-malam terakhir Ramadhan dibandingkan sebelumnya. Dan Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — pun bertambah ulet dalam beribadah jikalau telah memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

9. I’tikaf
Di antara sunnah (ajaran) Nabi — shollallohu ‘alaihi wa sallam — yang banyak dilalaikan oleh kaum muslimin yaitu i’tikaf. Berdiam di masjid dan tidak keluar darinya, dalam rangka mengkhususkan diri untuk ibadah kepada Allah — ta’ala –. Ibadah ini merupakan kebiasaan yang dilakukan Nabi —shollallohu ‘alaihi wa sallam — pada 10 hari terakhir Ramadhan. Ibadah yang mulia ini sering tidak dapat dilakukan oleh kaum muslimin, lantaran mereka sibuk dengan persiapan menyambut hari raya. Seolah-olah, mereka sangat besar hati dengan hampir selesainya bulan Ramadhan. Padahal para pendahulu kita yang shalih, merasa duka dikala harus berpisah dengan Ramadan ini. Lalu di manakah posisi kita dibandingkan mereka?

10. Jangan lupakan tujuan puasa
Kita semua tentu tahu tujuan agung ibadah puasa. Namun, apakah kita sadar dikala Ramadhan telah berlalu, sudahkan kita mencapai tujuan itu? Ketakwaan, sebagai tujuan dari ibadah puasa, tidak hanya dituntut pada bulan Ramadhan saja. Bahkan ketakwaan harus senantiasa diusahakan mengiringi kita di mana pun dan kapan pun. Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — bersabda, “Bertakwalah kau di mana atau kapan pun kau berada.” (Riwayat at-Tirmidzi)

Seperti itulah Hal yang Diremehkan Dalam Bulan Ramadhan yang sempat kami bagikan pada kesempatan ini. Harapan yang besar, Semoga ramadhan kali ini benar-benar mengakibatkan kita orang yang bertakwa di mana pun dan kapan pun kita berada, hingga Allah mewafatkan kita. Wallahul muwaffiq.(10 Hal Keliru Saat Menyambut Bulan Ramadhan
Tag : Info
0 Komentar untuk "10 Hal Yang Diremehkan Dalam Bulan Ramadhan"

Back To Top