10 Hal Keliru Ketika Menyambut Bulan Ramadhan

Berbagi 10 - Tak usang lagi kita kedatangan tamu dari Allah yang mulia, niscaya kita sebagai orang Islam bergembira dalam menyambutnya, Akan tetapi ada yang perlu diperhatikan ketentuan syariat dengan menjauhi kekeliruan menyambut bulan tersebut. Berikut ini ialah beberapa kesalahan yang dilakukan di bulan Ramadhan yang tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin. Mau tau apa saja? silahkan simak dibawah ini:


 Tak usang lagi kita kedatangan tamu dari Allah yang mulia 10 Hal Keliru Saat Menyambut Bulan Ramadhan

Menyambut Bulan Ramadhan


1. Mengkhususkan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan

Tidaklah sempurna keyakinan bahwa menjelang bulan Ramadhan ialah waktu utama untuk menziarahi kubur orang renta atau kerabat (yang dikenal dengan “nyadran”). Kita boleh setiap ketika melaksanakan ziarah kubur biar hati kita semakin lembut alasannya ialah mengingat kematian, sanggup mendoakan mereka sewaktu-waktu.

Namun masalahnya ialah jikalau seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu menyerupai menjelang Ramadhan dan meyakini bahwa waktu tersebut ialah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan alasannya ialah tidak ada dasar dari aliran Islam yang mengajarkan hal ini.

2. Padusan, Mandi Besar, atau Keramasan Menyambut Ramadhan

Tidaklah sempurna amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan menyerupai ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”) ada juga yang melakukannya dengan ikhtilath campur baur pria dan wanita dalam satu daerah pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar alasannya ialah tidak mengindahkan hukum Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang sanggup mendatangkan marah Allah?!

3. Menetapkan Awal Ramadhan dengan Hisab

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا
“Sesungguhnya kami ialah umat yang buta huruf. Kami tidak menggunakan kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula menggunakan hisab (dalam penetapan bulan). Bulan itu menyerupai ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan menyerupai ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Bazizah mengatakan,”Madzhab ini (yang memutuskan awal ramadhan dengan hisab) ialah madzhab bathil dan syari’at telah melarang mendalami ilmu nujum (hisab) alasannya ialah ilmu ini hanya sekedar asumsi (dzon) dan bukanlah ilmu yang niscaya (qoth’i) atau persangkaan kuat. Maka seandainya suatu kasus (misalnya penentuan awal ramadhan, pen) hanya dikaitkan dengan ilmu hisab ini maka agama ini akan menjadi sempit alasannya ialah tidak ada yang menguasai ilmu hisab ini kecuali sedikit sekali.” (Fathul Baari, 6/156)

4. Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Nasa’i)

Pada hari tersebut juga tidak boleh untuk berpuasa alasannya ialah hari tersebut ialah hari yang meragukan.

5. Melafazhkan Niat “Nawaitu Shouma Ghodin…”

Sebenarnya tidak ada tuntunan sama sekali untuk melafazhkan niat semacam ini, apalagi jikalau hal itu dilakukan secara berjamaah dengan dipimpin oleh seseorang alasannya ialah tidak adanya dasar dari perintah atau perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dari para sahabat. Letak niat sebenarnya ialah dalam hati dan bukan di lisan. An Nawawi rahimahullah –ulama besar dalam Madzhab Syafi’i- mengatakan,

لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ
“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat ialah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dan pendapat ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Rowdhotuth Tholibin, I/268, Mawqi’ul Waroq-Maktabah Syamilah)

6. Membangunkan “Sahur … Sahur”

Sebenarnya Islam sudah mempunyai tatacara sendiri untuk menawarkan waktu bolehnya makan dan minum yaitu dengan adzan pertama sebelum adzan shubuh. Sedangkan adzan kedua ketika adzan shubuh ialah untuk menawarkan diharamkannya makan dan minum. Inilah cara untuk memberitahu kaum muslimin bahwa masih diperbolehkan makan dan minum dan memberitahukan berakhirnya waktu sahur.

Sehingga tidak sempurna jikalau membangunkan kaum muslimin dengan meneriakkan “sahur … sahur ….” baik melalui speaker atau pun tiba ke rumah-rumah menyerupai mengetuk pintu. Cara membangunkan menyerupai ini sungguh tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak pernah dilakukan oleh generasi terbaik dari ummat ini.

7. Pensyariatan Waktu Imsak (Berhenti makan 10 atau 15 menit sebelum waktu shubuh)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ يَهِيدَنَّكُمُ السَّاطِعُ الْمُصْعِدُ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَعْتَرِضَ لَكُمُ الأَحْمَرُ
“Makan dan minumlah. Janganlah kalian menjadi takut oleh pancaran sinar (putih) yang menjulang. Makan dan minumlah sehingga tampak bagi kalian warna merah yang melintang.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah. Dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud, Syaikh Al Albani menyampaikan hadits ini hasan shahih).

Maka hadits ini menjadi dalil bahwa waktu imsak (menahan diri dari makan dan minum) ialah semenjak terbit fajar shodiq –yaitu ketika adzan shubuh dikumandangkan- dan bukanlah 10 menit sebelum adzan shubuh. Inilah yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

Dalam hadits Anas dari Zaid bin Tsabit sebetulnya ia pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ia shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas berkata, “Berapa usang jarak antara iqomah dan sahur kalian?” Kemudian Zaid berkata, “Sekitar 50 ayat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Lihatlah berapa usang jarak antara sahur dan iqomah? Apakah satu jam?! Jawabnya: Tidak terlalu lama, bahkan sangat bersahabat dengan waktu adzan shubuh yaitu sekitar membaca 50 ayat Al Qur’an (sekitar 10 atau 15 menit)

8. Do’a Ketika Berbuka “Allahumma Laka Shumtu wa Bika Aamantu…”

Ada beberapa riwayat yang membicarakan do’a ketika berbuka semacam ini. Di antaranya ialah dalam Sunan Abu Daud no. 2357, Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 481 dan no. 482. Namun hadits-hadits yang membicarakan amalan ini ialah hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits tersebut ada yang mursal yang dinilai lemah oleh para ulama pakar hadits. Juga ada perowi yang meriwayatkan hadits tersebut yang dinilai lemah dan pendusta (Lihat Dho’if Abu Daud no. 2011 dan catatan kaki Al Adzkar yang ditakhrij oleh ‘Ishomuddin Ash Shobaabtiy).
Adapun do’a yang dianjurkan ketika berbuka adalah,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabazh zhoma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)” (HR. Abu Daud. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud).

9. Kebiasaan ibu-ibu rumah tangga berbelanja besar-besaran ketika menyambut ramadhan

Hal ini sebenarnya malah bertentangan dengan satu maksud dan tujuan puasa yaitu supaya kita prihatin ikut mencicipi penderitaan kaum fakir miskin, bukan justru memindahkan waktu makan atau malah menambah porsi makan kita dari diluar Ramadhan. Apalagi hal menyerupai sanggup mengakibatkan kenaikan harga kebutuhan pokok.

Jika kita melihat kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibulan Sya’ban sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiallahu anha bahwa ia banyak berpuasa dibulan tersebut. Begitu juga para salaf dahulu sudah mulai memperbanyak bacaan Al-Qur’an semenjak bulan Sya’ban. Salamah bin Kuhail berkata: Dahulu kami menyebut bulan Sya’ban sebagai bulan para pembaca Al-Qur’an.

10. Menyambut Ramadhan dengan bermain petasan dan mercun

Ini terperinci tidak boleh dalam Islam, alasannya ialah selain menghamburkan harta untuk hal yang tidak bermanfaat, alasannya ialah setiap rupiah yang kita belanjakan akan kita pertanggungjawabkan dihadapan Allah Ta’alaa, juga sanggup menganggu orang lain yang pastinya juga diharamkan apalagi ketika bulan Ramadhan ketika kebanyakan insan tengah khusyuk dalam beribadah

Nah, Seperti itulah 10 Hal Keliru Saat Menyambut Bulan Ramadhan yang dikutip dari arhamvhy. semoga info kali ini sanggup membantu kita dalam menyambut bulan yang penuh berkah ini.
Tag : Info
0 Komentar untuk "10 Hal Keliru Ketika Menyambut Bulan Ramadhan"

Back To Top